MAKALAH
JIWA PSIKOSOSIAL
KEHILANGAN

DISUSUN
OLEH : KELOMPOK I TK II REGULER I
1. DEBBY
SUKMA OKTAVIANY
2. DESTI
NABILA PUTRI
3. DIAH
KARTIKA SARI
4. DUSTRIANI
SIDAURUK
5. DWI
PUTRI PRATIWI
6. ELFA
DEWI FIRDANIARTI
7. ERMAS
SURYATAMA
8. FANI
MAULITA NABILA
KEMENTERIAN
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK
KESEHATAN TANJUNG KARANG
JURUSAN
KEPERAWATAN

KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat
menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Makalah ini kami
membahas tentang “Makalah Psikososial
“Kehilangan””.
Makalah ini dibuat dari
berbagai sumber untuk membantu menyelesaikan tugas ini. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing. Sebagai koordinator mata
ajar Keperawatan Jiwa.
Kami menyadari bahwa
masih banyak kekurangan yang ada pada tugas ini. Oleh karena itu, kami
mengharapkan saran serta kritik yang dapat membangun.
Bandar lampung, Oktober 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR
ISI ........................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang ................................................................................. 1
b.
Rumusan Masalah ............................................................................ 2
c.
Tujuan .............................................................................................. 2
BAB II LANDASAN TEORI
1.
Kehilangan
A. Definisi Kehilangan.................................................................................. 3
B. Tipe Kehilangan........................................................................................ 3
C. Jenis Kehilangan....................................................................................... 4
D. Rentang Respon Kehilangan.................................................................... 5
2.
Berduka
A. Definisi
Berduka................................................................................................. 6
B. Teori Proses Berduka............................................................................... 6
BAB III.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian............................................................................................................. 12
2.
Analisa Data.......................................................................................................... 16
3.
Diagnosa Keperawatan......................................................................................... 17
4.
Rencana Keperawatan.......................................................................................... 18
5.
Lembar Kegiatan Klien........................................................................................ 21
6.
Evaluasi Keperawatan ......................................................................................... 22
BAB IV
PENUTUP
1.
Kesimpulan.......................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian
adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang sifatnya unik bagi setiap
individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan
istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk
dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak
melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa
ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana
individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada
orang lain.
Pandangan-pandangan tersebut dapat
menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian.
Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam memberikan
asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi
menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak
tetap (Suseno, 2004).
Perawat berkerja sama dengan klien
yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu
klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka
sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien
tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat
besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah
realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian
besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan
dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika
merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika
hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan,
penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi
mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama
kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
B. Permasalahan
Adapun
permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah bagaimana asuhan
keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka disfungsional.
C. Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini, adalah:
1.
Tujuan umum
·
Mengetahui
konsep kehilangan dan berduka.
·
Mengetahui asuhan keperawatan pada kehila.ngan
dan berduka disfungsional
2. Tujuan
khusus
·
Mengetahui jenis-jenis kehilangan.
·
Menjelaskan konsep dan teori dari proses berduka.
·
Mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan.
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Kehilangan
A. Definisi
kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan
bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus
atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian
tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa
kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian
atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan
individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi
tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan
Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh
setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam
bentuk yang berbeda.
Kehilangan merupakan suatu kondisi
dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang
dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan
individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik
sebagian atau seluruhnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan,
tergantung:
1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu.
1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu.
B. Tipe
Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
C.
Jenis-jenis
Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan,
yaitu:
·
Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai
dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu yang paling
membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus
ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak
kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan
ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri
atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat
ditutupi.
·
Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah
kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi
perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran
dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara
atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari
seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
·
Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya
kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan.
Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang
tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
·
Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan
terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar
belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen.
Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses
penyesuaian baru.
·
Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik
secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya,
sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang
kematian.
D.
Rentang
Respon Kehilangan
Denial—–> Anger—–>
Bergaining——> Depresi——> Acceptance
1. Fase denial
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
2. Fase anger / marah
a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
d. Perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.
a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
d. Perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.
4. Fase depresi
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Fase acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus operasi “
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus operasi “
2. Berduka
A.
Definisi
berduka
Berduka adalah respon emosi yang
diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih,
gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada
semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu
berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu
status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual
ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan
fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu
status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat
individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal,
abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
B.
Teori dari
Proses Berduka
Tidak ada cara yang paling tepat dan
cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat
yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan
keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami
kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan
gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku
dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
1.
Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka
mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang
berduka maupun menjelang ajal.
·
Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau
kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan.
Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung
cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
·
Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan
kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan,
perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
·
Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai
dengan perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat
menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan
kehilangan seseorang.
·
Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang
negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat
menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
·
Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari
harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang
sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.
1.
Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh
Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap,
yaitu sebagai berikut:
a)
Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah
tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi
kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak
akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
b)
Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan
dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga
mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk
menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi
kehilangan.
c)
Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat
perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada
tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.
d)
Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari
dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi
kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
e)
Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan
interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada
bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada
pengunduran diri atau berputus asa.
1.
Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5
fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat
diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang
mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari
kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin
berlanjut sampai 3-5 tahun.
1.
Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon
berduka menjadi 3 katagori:
1.
Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock,
menyangkal dan tidak percaya.
2. Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi
yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka
dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.
3. Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara
bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional
dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan
kehidupan mereka.
PERBANDINGAN
EMPAT TEORI PROSES BERDUKA
|
|||
ENGEL
(1964)
|
KUBLER-ROSS
(1969)
|
MARTOCCHIO
(1985)
|
RANDO
(1991)
|
Shock dan
tidak percaya
|
Menyangkal
|
Shock and
disbelief
|
Penghindaran
|
Berkembangnya
kesadaran
|
Marah
|
Yearning
and protest
|
|
Restitusi
|
Tawar-menawar
|
Anguish,
disorganization and despair
|
Konfrontasi
|
Idealization
|
Depresi
|
Identification
in bereavement
|
|
Reorganization
/ the out come
|
Penerimaan
|
Reorganization
and restitution
|
Akomodasi
|
Rentang
Respon Kehilangan
Fase
Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang
mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau mengingkari kenyataan
bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan “ Tidak, saya tidak
percaya itu terjadi “ atau “ itu tidak mungkin terjadi “. Bagi individu atau
keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi
tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.
Fase Marah
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.
Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya
suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan Individu menunjukkan rasa
marah yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada
dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar,
menolak pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang
sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan
mengepal.
Fase Tawar-menawar
Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan
rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan
memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “
kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa “. Apabila
proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah “ kalau saja
yang sakit, bukan anak saya”.
Fase Depresi
Individu pada fase ini sering
menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat penurut, tidak mau
bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh
diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah
tidur, letih, dorongan libido manurun.
Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan
reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat kepada obyek
atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah
menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang yang
hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih kepada
obyek yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “ saya betul-betul
kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis “ atau “apa yang dapat
saya lakukan agar cepat sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA KASUS KEHILANGAN SERTA BERDUKA
KASUS :
Ibu A. 39 baru pertama kali dirawat diRSJ Menur karena
sejak sebulan yang lalu mengurung diri dikamar, menolak makan, minum, dan
mandi. Hal ini terjadi sejak bercerai dengan suaminya yang ketiga bulan yang
lalu. Berdasarkan hasil observasi saat klien dirawat dirumah sakit , klien
tampak selalu menyendiri, lebih sering berada ditempat tidur dengan posisi
janin, saat makan selalu duduk di pojok dan berpindah tempat bila ada yang
duduk disebelahnya. Klien jarang mandi dengan alasan malas. Baju hampir tidak
pernah diganti, kulit, kuku, dan gigi tampak kotor.
Saat dikaji oleh perawat, klien mengatakan merasa malu
bergaul dengan orang lain karena merasa dirinya jelek. Klien juga merasa
dirinya minder karena selalu gagal dalam pernikahan. Klien mengatakan mana ada
orang yang mau berteman dengan saya suster saya khan tidak bisa apa-apa, udah
jelek janda lagi.
PENGKAJIAN
Tanggal
Pengkajian : 22
Oktober 2014
Tanggal Masuk : 20
Oktober 2014
Ruang : Melati
A.
IDENTITAS
Pasien
Nama :
Ny A
Umur :
39 tahun
Jenis
Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama :
Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :
Ibu Rumah Tangga
Alamat : Gombong , Kebumen
Penanggung
jawab
Nama : Tn T
Umur : 20 Tahun
Jenis
Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan :
Wiraswata
Hub. dg
klien : Adik
Klien
Alamat : Gombong, Kebumen
B.
ALASAN MASUK
Sejak sebulan yang lalu klien
mengurung diri dikamar, menolak makan, minum, dan mandi.
C.
FAKTOR PREDISPOSISI
a.
Gangguan jiwa dimasa lalu
Keluarga klien mengatakan bahwa klien tidak pernah
mengalami gangguan jiwa sebelumnya .
b.
Tumbuh Kembang
-
Lahir sampai preskul
Klien mengatakan tidak mengingatnya karena
sudah lama
-
Usia sekolah
Klien mengatakan dulu waktu sekolah klien memang
pendiam, tidak suka bergaul dengan temannya. Tetapi klien
mengatakan keluarga klien terutama ibunya sering
memotivasi klien untuk bergaul dengan temannya
-
Praremaja sampai remaja
Klien mengatakan saat remaja klien sudah memiliki
pacar dan tidak pendiam lagi.
c.
Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Keluarga klien mengatakan
bahwa sebelum ini tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
d.
Factor Presipitasi
Klien mengatakan sudah tiga kali mengalami perceraian.
D.
FISIK
a.
Tanda vital
TD :
100/60 mmHg
N :
86 x/mnt
RR :
22 x/mnt
b.
Ukur
TB :
165 cm
BB :
58 kg
c.
Keluhan Fisik
Klien mengatakan tidak ada keluhan fisik yang
dirasakan sekarang.
E.
PSIKOSOSIAL
a.
Konsep diri
-
Citra Tubuh / Gambaran Diri
Klien mengatakan merasa malu bergaul dengan orang lain
karena merasa dirinya jelek. Klien juga merasa dirinya minder karena selalu
gagal dalam pernikahan. Klien mengatakan “mana ada orang yang mau berteman
dengan saya suster saya khan tidak bisa apa-apa, udah jelek janda lagi”.
-
Identitas
Klien mengatakan dirinya adalah seorang wanita bernama Ny A, yang tinggal
bersama adiknya di daerah Gombong, Kebumen
-
Peran
Klien mengatakan dirinya sebagai
seorang istri yang tidak berguna bagi suaminya.
b.
Hubungan Sosial
Klien mengatakan tidak
ada keinginan dalam berhubungan dengan orang lain dank klien
mengatakan ingin sendiri saja.
c.
Spiritual
Nilai dan keyakinan : Klien mengatakan dia seorang muslim
Kegiatan ibadah : Klien mengatakan jarang Sholat
F.
STATUS MENTAL
a.
Penampilan
Kulit, kuku, dan gigi klien tampak
kotor.
b.
Pembicaraan
Klien kurang koorperatif saat berbicara.
c.
Aktivitas motorik
Klien tampak lesu, sering menyediri dan melamun , klien
melakukan kegiatan jika di motivasi perawat.
d.
Alam perasaan
Klien mengatakan sedih , karena merasa tidak berguna
bagi keluarganya dan kurang bersemangat.
e.
Afek klien
Afek klien yaitu afek datar, dimana saat diajak
ngobrol klien tidak menunjukkan perubahan raut muka atau ekspresi
wajah.
f.
Interaksi secara wawancara
Selama interaksi klien kurang kooperatif, kurang
konsentrasi dan kontak mata kurang sering berpaling pandangan, sering menunduk
ketika diajak ngobrol jawaban klien simple dan singkat
g.
Proses pikir
Klien tidak mengalami waham.
h.
Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien adalah bingung.
i.
Memori
Klien tidak mengalami gangguan daya ingat jangka
panjang, pendek, maupun saat ini, karena klien mampu menjawab tentang
pertanyaan hari ini , tanggal dan tahun dan klien mengingat kegiatan yang
dilakukan kemarin yaitu seperti senam,dan lain-lain.
j.
Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien tidak mampu berkosentarasi secara penuh, karena
klien terihat binggung dan sering berpaling muka saat diajak berbicara, klien
dapat berhitung dengan pertanyaan yang sederhana seperti 2+3= 5 dan klien mampu
menjawabnya.
k.
Daya tilik diri
Klien menyadari dirinya sedang mengalami suatu masalah
/ sakit(pasien)
G.
KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
a.
Makan, mandi, dan berpakaian
Klien dapat menyiapkan makanan, mandi dan berpakaian
secara mandiri
b.
BAB dan BAK
Klien mampu BAB dan BAK pada tempatnya serta dapat
membersihkan toilet dan membersihkan diri saat BAB dan BAK
c.
Istirahat dan Tidur
Klien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidurnya.
d.
Penggunaan Obat
Klien minum obat secara teratur dengan bantuan perawat
H.
MEKANISME KOPING
Mekanisme koping klien inefektif, selalu mengganggap
diri tidak berguna, tidak berguna bagi keluarga
dan orang lain.
I.
ASPEK MEDIS
Terapi Medis :
-
Haloperidol (2x5mg) 5mg/12 jam (oral)à antipsikotik
turunan
Indikasi: Management
of manifestasi psikosis akut dan kronis, termasuk skizofrenia dan manik negara
Kontra
indikasi: Pada keadaan koma dan dalam kehadiran depresi SSP
karena alkohol atau obat depresan lainnya
Efek
samping: Insomnia, reaksi depresif, dan beracun negara
confusional adalah efek yang lebih umum ditemui. Mengantuk, kelesuan, pingsan
dan katalepsia, kebingungan, kegelisahan, agitasi, gelisah, euforia, vertigo,
kejang grand mal, dan eksaserbasi gejala psikotik
-
Chlorpromazine 100 mg/12 jam(oral)
Indikasi
: Skizofrenia dengan gejala agitasi, ansietas, tegang, bingung, insomnia,
waham,halusinasi; Gangguan kepribadian, Psikosis involusional, Psikosis pada
anak
Kontra
indikasi: koma, keracunan alcohol, hipersensitif (alergik)
Efek
samping: lesu, ngantuk, hipotensi, mulut kering, amenore pada
wanita.
-
Triheksipenidile 2mg/12 jam(oral)
Indikasi
: Parkinson. Ggn ekstrapiramidal yg disebabkan obat SSP.
Kontra
indikasi: --
Efek
samping: Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, semas,
konstipasi, retensi urin, takikardi, dilatasi pupil, TIO meningkat, sakit
kepala.
ANALISA DATA
Nama Klien : Ny.A DX Medis :
RM No. : Ruangan : Melati
Tgl
|
Data Fokus
|
Diagnosa
|
ttd
|
22/10/2014
Jam 10.00
|
- Ds
:
Klien
mengatakan merasa malu bergaul dengan orang lain karena merasa dirinya jelek.
- Do :
K Klien
juga merasa dirinya minder karena selalu gagal dalam pernikahan.
|
Gangguan
konsep diri ; Harga Diri Rendah
|
![]() |
14/10/2014
Jam 10.05
|
- Ds
:
Klien mengatakan malas untuk membersihkan
diri
- Do
:
Kuku , kulit serta gigi klien tampak
kotor
|
Defisit
Perawatan Diri : intoleransi aktivitas
|
![]() |
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan Konsep Diri; Harga diri rendah
2 Defisit
Perawatan Diri : intoleransi aktivitas
B. Rencana Tindakan Keperawatan
Nama klien : Ny. A Dx medis :
Nama klien : Ny. A Dx medis :
RM : Ruangan : Melati
Tgl
|
No.
Dx
|
Dx.
Keperawatan
|
Perencanaan
|
||
Tujuan
|
Kriteria
evaluasi
|
Intervensi
|
|||
|
|
Gangguan
konsep diri; harga diri rendah
|
klien memiliki konsep diri yang positif
|
setelah
tindakan keperawatan selama 3x24 jam:
1. Klien
merasa harga dirinya naik.
2. Klien mengunakan koping yang adaptif. 3. Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya. |
1.
Merespon kesadaran diri dengan cara :
~ Membina hubungan saling percaya dan keterbukaan. ~ Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego yang dimilikinya. ~ Memaksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik. 2. Menyelidiki diri dengan cara : ~ Membantu klien menerima perasaan dan pikirannya. ~ Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain melalui keterbukaan. ~ Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien. 3. Mengevaluasi diri dengan cara : ~ Membantu klien menerima perasaan dan pikiran. ~ Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya. 4. Membuat perencanaan yang realistik. ~ Membantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah. ~ Membantu klien menkonseptualisasikan tujuan yang realistik. 5. Bertanggung jawab dalam bertindak. ~ Membantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon maladaptif dan mempertahankan respon koping yang adaptif. 6. Mengobservasi tingkat depresi. ~ Mengamati perilaku klien. ~ Bersama klien membahas perasaannya. 7. Membantu klien mengurangi rasa bersalah. ~ Menghargai perasaan klien. ~ Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan. ~ Memberikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya. ~ Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul. |
|
|
Defisit
perawatan diri berhubungan dengan intolenransi aktivitas.
|
Klien
mampu melakukan perawatan diri secara optimal.
|
setelah
tindakan keperawatan selama 3x24 jam:
1. Klien
dapat mandi sendiri tanpa paksaan.
2. Klien dapat berpakaian sendiri dengan rapi dan bersih. 3. Klien dapat menyikat giginya sendiri dengan bersih. 4. Klien dapat merawat kukunya sendiri. |
1. Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan.
2. Menganjurkan klien untuk mandi. 3. Menganjurkan pasien untuk mencuci baju. 4. Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri. 5. Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi. |
LEMBAR
KEGIATAN KLIEN
Nama Klien : Ny.A DX Medis :
RM No. : Ruangan : Melati
Jam
|
Kegiatan
|
Evaluasi
|
||
23-10-2014
|
24-10-2014
|
25-10-2014
|
||
07.00
08.00
08.30
09.00
11.00
12.00
13.00
13.30
|
Klien membersihkan diri (mandi)
Klien Sarapan
Belajar berkenalan dengan individu
Kegiatan Bebas (membersihkan ruangan, membantu
membersihkan lingkungan sekitar, menyapu, mengepel, )
Istirahat
Kegiatan Rohani
Makan Siang
Tidur siang
|
B
M
B
M
M
B
M
M
|
M
M
B
M
M
B
M
M
|
M
M
M
M
M
M
M
M
|
Keterangan:
M :
mandiri
B :
bantuan
T :
total care (tergantung)
EVALUASI KEPERAWATAN
Nama Klien : Ny.A DX Medis :
RM No. : Ruangan : Melati
Tgl/ jam
|
Dx Kep
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
Ttd/nama
|
|||
22/10/14
|
HDR
SP1
|
o
Mengidentifikasi kemampuan kegiatan dan aspek
positif .
o
Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan
saat ini: Buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini.
o
Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang dapat
dilakukan saat ini untuk dilatih
o
Latih kegiatan yang dipilih
o
Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua kali
per hari
|
S : Klien mengatakan dapat membersihkan ruangan
dengan baik
O : Klien dapat mengerjakan kegiatan yang dia sukai
(membersihkan ruangan)
A : tujuan tercapai
P : Pertahankan SP1
Bi bimbing klien untuk melakukan
kegiatan sesuai jadwal
09.00 Membersihkan ruangan
-
|
![]()
Ns. D
|
|||
23/10/14
|
HDR
SP2
|
o
Evalusai kegiatan pertama yang telah dilatih dan
diberikan pujian
o
Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan
dilatih
o
Latihan kegiatan kadua nya
o
Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan : dua
kegiatan masing-masing 2 kali per hari
|
S : Klien mengatakan sudah bisa melakukan kegiatan
kedua (menyapu dengan benar dan bersih)
O :
Klien mendemonstrasikan menyapu ruang tidur dan
ruang makan dengan benar, senang dan wajah tanpa paksaan perawat.
- Klien memasukan ke dalam jadwal harian
A : Tujuan tercapai, klien sudah mampu menyapu
dengan optimal
P :
- Pertahankan
SP1
- Lanjutkan
intervensi SP2
- Bimbing
klien untuk melakukan kegiatan sesuai jadwal
09.00 membersihkan ruangan lalu menyapu
ruang tidur dengan sendiri
|
![]()
Ns. D
|
|||
24/10/14
|
DPD
SP1
|
o
Identifikasi maslah perawatan diri : kebersihan
diri,berdandan, makan/minum , BAK/BAB
o
Jelaskan pentingnya kebersihan diri
o
Jelaskan cara dan alat kebersihan diri
o
Latih cara menjaga kebersihan diri : mandi dan ganti
pakaian, sikat gigi, cuci rambut, potong kuku
o
Masukan pada jadwal kegiatan untuk mandi, sikat
gigi( 2 kali per hari), cuci rambut(2 kali per minggu), potong kuku (1kali
per minggu).
|
S :
-Klien mengatakan sudah bisa membersihkan dirinya
sendiri
O : Klien terlihat lebih bersih dibandingkan dengan
sebelumnya
A : tujuan terpenuhi
P :
- Pertahankan
SP1 serta tetap bimbing dalam perawatan diri klien
|
![]()
Ns. D
|
|||
25/10/14
|
DPD
SP2
|
o
Evaluasi kegiatan kebersihan diri beri pujian
o
Jelaskan cara dan alat untuk berdandan
o
Latih cara berdandan setelah kebersihan diri:
sisiran, rias muka untuk perempuan ; sisiran, cukuran untuk pria
o
Masukan pada jadwal kegiatan untuk kebersihan diri
dan berdandan
|
S :
-Klien mengatakan sudah bisa berdandan sendiri
O : Klien terlihat lebih bersih dan rapi serta
terlihat lebih cantik
A : tujuan terpenuhi
P :
- Pertahankan
SP1 dan SP2 , serta tetap awasi kegiatan pasien
|
![]()
Ns. D
|
|||
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehilangan
merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak
ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan
merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada
menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Berduka
merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada
dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka
diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka
disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun
potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang
menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
Peran perawat adalah untuk
mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka
terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
Kehilangan
dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau
nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan
seseorang seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat
dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri
sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal.
Elizabeth
Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu :
pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Potter &
Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.
2. Suseno, Tutu
April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan
Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
3. Townsend,
Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman Untuk
Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
4. Stuart and
Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar