TUGAS KEPERAWATAN JIWA
ASUHAN KEPERAWATAN PSIKOSOSIAL
“KEHILANGAN”
|
DISUSUN OLEH :
1. DELA WAHYU KUSUMA (13200049)
2. DIAH AYU SARI
(13200050)
3. DIKI ARYADI (13200051)
4. DWI KOERNIA PUTRI (13200052)
5. EDI
JULIANTO (13200053)
6. EDO
ANDIKA
(13200054)
7. ENDAH SARTIKA
DEWI (13200055)
8. FACHRI
MAHARDHIKA (13200056)
KELOMPOK 2 TINGKAT 2 REGULER 2
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLTEKKES KEMENKES TANJUNGKARANG
JURUSAN KEPERAWATAN
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya akhirnya kami dari kelompok 2
bisa menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa dengan membahas “Asuhan
Keperawatan Psikososial ‘Kehilangan’”
Semoga makalah ini,
dapat bermanfaat dan menjadi sumber pengetahuan bagi pembaca. Dan apabila dalam
pembuatan makalah ini terdapat kekurangan kiranya pembaca dapat memakluminya.
Akhir kata dengan kerendahan hati, kritik, dan saran sangat kami harapkan demi
penyempurnaan makalah ini. Sekian dan terima kasih.
Bandar
Lampung, Oktober 2014
Penyusun
Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahir,
kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang
sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan
dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang
enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini
lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam
perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi
sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan
untuk mencari bentuan kepada orang lain.
Pandangan-pandangan
tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi
yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan
dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan
perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi
perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perawat
berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme
koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima
kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam
konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur
Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan
yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial
yang serius.
Kehilangan
dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan
keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang
mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan
dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan
pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan,
pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman
pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan
keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
B. Permasalahan
Adapun permasalahan yang kami angkat
dari makalah ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan
kehilangan dan berduka disfungsional.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah
ini, adalah:
- Tujuan umum :
· Mengetahui konsep kehilangan dan
berduka.
- Mengetahui asuhan keperawatan pada kehila.ngan dan berduka disfungsional
- Tujuan khusus :
- Mengetahui jenis-jenis kehilangan.
- Menjelaskan konsep dan teori dari proses berduka.
- Mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
1. Kehilangan
A. Definisi kehilangan
Kehilangan
dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu
kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti
sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau
mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak
diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat
kembali.
Kehilangan
adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan
Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh
setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam
bentuk yang berbeda.
Kehilangan
merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak
ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan
merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada
menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
reaksi kehilangan, tergantung:
1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu.
1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu.
B. Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe
yaitu:
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
C. Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan,
yaitu:
- Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai
dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu yang paling
membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus
ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak
kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan
ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri
atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat
ditutupi.
- Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah
kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi
perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran
dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara
atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari
seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
- Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya
kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan.
Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang
terhadap benda yang hilang
tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
- Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan
terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar
belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen.
Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses
penyesuaian baru.
- Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik
secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya,
sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang
kematian.
D. Rentang Respon Kehilangan
Denial—–> Anger—–>
Bergaining——> Depresi——> Acceptance
1. Fase Denial
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
2.
Fase Anger / marah
a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
d. Perilaku agresif.
3. Fase Bergaining / tawar- menawar.
a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.
a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
d. Perilaku agresif.
3. Fase Bergaining / tawar- menawar.
a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.
4. Fase Depresi
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5.
Fase Acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus operasi “
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus operasi “
Berduka
A. Definisi berduka
Berduka adalah respon emosi yang
diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih,
gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada
semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu
berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu
status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual
ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan
fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu
status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat
individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal,
abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
B. Teori dari Proses Berduka
Tidak ada cara yang paling tepat dan
cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat
yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan
keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami
kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan
gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku
dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
- Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka
mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang
berduka maupun menjelang ajal.
- Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau
kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan.
Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung
cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
- Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan
kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan,
perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
- Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai
dengan perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat
menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan
kehilangan seseorang.
- Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang
negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat
menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
- Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari
harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang
sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.
- Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh
Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap,
yaitu sebagai berikut:
a). Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah
tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi
kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak
akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
b). Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan
dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga
mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk
menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi
kehilangan.
c). Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat
perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada
tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.
d). Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari
dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini
memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan
masalah.
e). Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan
interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada
bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada
pengunduran diri atau berputus asa.
- Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5
fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat
diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang
mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari
kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin
berlanjut sampai 3-5 tahun.
- Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon
berduka menjadi 3 katagori:
- Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock,
menyangkal dan tidak percaya.
2. Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi
yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka
dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.
3. Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara
bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional
dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan
kehidupan mereka.
PERBANDINGAN
EMPAT TEORI PROSES BERDUKA
|
|||
ENGEL
(1964)
|
KUBLER-ROSS
(1969)
|
MARTOCCHIO
(1985)
|
RANDO
(1991)
|
Shock
dan tidak percaya
|
Menyangkal
|
Shock
and disbelief
|
Penghindaran
|
Berkembangnya
kesadaran
|
Marah
|
Yearning
and protest
|
|
Restitusi
|
Tawar-menawar
|
Anguish,
disorganization and despair
|
Konfrontasi
|
Idealization
|
Depresi
|
Identification
in bereavement
|
|
Reorganization
/ the out come
|
Penerimaan
|
Reorganization
and restitution
|
akomodasi
|
Rentang Respon Kehilanagn
Fase Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan “ Tidak, saya tidak percaya itu terjadi “ atau “ itu tidak mungkin terjadi “. Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.
Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa “. Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak saya”.
Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun.
Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “ saya betul-betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis “ atau “apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan “ Tidak, saya tidak percaya itu terjadi “ atau “ itu tidak mungkin terjadi “. Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.
Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa “. Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak saya”.
Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun.
Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “ saya betul-betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis “ atau “apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
Asuhan
Keperawatan
Pengkajian
Pengkajian
Data yang dapat dikumpulkan adalah:
a. Perasaan sedih, menangis.
b. Perasaan putus asa, kesepian
c. Mengingkari kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan perasaan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan yang berlebihan
g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
i. Reaksi emosional yang lambat
j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
a. Perasaan sedih, menangis.
b. Perasaan putus asa, kesepian
c. Mengingkari kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan perasaan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan yang berlebihan
g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
i. Reaksi emosional yang lambat
j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
A. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis.
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
B. Rencana Tindakan Keperawatan
Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis
- Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
- Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling perbaya dengan perawat.
2. Klien dapat memahami penyebab dari harga diri : rendah.
3. Klien menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
4. Klien dapat mengekspresikan perasaan dengan tepat, jujur dan terbuka.
5. Klien mampu mengontrol tingkah laku dan menunjukkan perbaikan komunikasi dengan orang lain.
Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
R/ Rasa percaya merupakan dasar dari hubungan terapeutikyang mendukung dalam mengatasi perasaannya.
2. Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan fikiran dan perasaannya.
R/ Motivasi meningkatkan keterbukaan klien.
3. Jelaskan penyebab dari harga diri yang rendah.
R/ Dengan mengetahui penyebab diharapkan klien dapat beradaptasi dengan perasaannya.
4. Dengarkan klien dengan penuh empati, beri respon dan tidak menghakimi.
R/ Empati dapat diartikan sebagai rasa peduli terhadap perawatan klien, tetapi tidak terlibat secara emosi.
5. Berikan motivasi klien untuk menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
R/ Meningkatkan harga diri.
6. Beri dukungan, Support dan pujian setelah klien mampu melakukan aktivitasnya.
R/ Pujian membuat klien berusaha lebih keras lagi.
7. Ikut sertakan klien dengan aktifitas yang
R/ Mengikut sertakan klien dalam aktivitas sehari-hari yang dapat meningkatkan harga diri klien.
Gangguan konsep diri; harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.
Tujuan :
1. Klien merasa harga dirinya naik.
2. Klien mengunakan koping yang adaptif.
3. Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.
Intervensi
1. Merespon kesadaran diri dengan cara :
~ Membina hubungan saling percaya dan keterbukaan.
~ Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego yang dimilikinya.
~ Memaksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik.
R/ Kesadaran diri sangat diperlukan dalam membina hubungan terapeutik perawat – klien.
2. Menyelidiki diri dengan cara :
~ Membantu klien menerima perasaan dan pikirannya.
~ Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain melalui keterbukaan.
~ Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien.
R/ klien yang dapat memahami perasaannya memudahkan dalam penerimaan terhadap dirinya sendiri.
3. Mengevaluasi diri dengan cara :
~ Membantu klien menerima perasaan dan pikiran.
~ Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya.
R/ Respon koping adaptif sangat dibutuhkan dalam penyelesaian masalah secara konstruktif.
4. Membuat perencanaan yang realistik.
~ Membantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.
~ Membantu klien menkonseptualisasikan tujuan yang realistik.
R/ Klien membutuhkan bantuan perawat untuk mengatasi permasalahannya dengan cara menentukan perencanaan yang realistik.
5. Bertanggung jawab dalam bertindak.
~ Membantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon maladaptif dan mempertahankan respon koping yang adaptif.
R/ Penggunaan koping yang adaptif membantu dalam proses penyelesaian masalah klien.
6. Mengobservasi tingkat depresi.
~ Mengamati perilaku klien.
~ Bersama klien membahas perasaannya.
R/ Dengan mengobservasi tingkat depresi maka rencana perawatan selanjutnya disusun dengan tepat.
7. Membantu klien mengurangi rasa bersalah.
~ Menghargai perasaan klien.
~ Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan.
~ Memberikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.
~ Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul.
R/ Individu dalam keadaan berduka sering mempertahankan perasaan bersalahnya terhadap orang yang hilang.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan intolenransi aktivitas.
Tujuan Umum : Klien mampu melakukan perawatan diri secara optimal.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat mandi sendiri tanpa paksaan.
2. Klien dapat berpakaian sendiri dengan rapi dan bersih.
3. Klien dapat menyikat giginya sendiri dengan bersih.
4. Klien dapat merawat kukunya sendiri.
Intervensi :
1. Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan.
R/ Sosialisasi bagi klien sangat diperlukan dalam proses menyembuhkannya.
2. Menganjurkan klien untuk mandi.
R/ Pengertian yang baik dapat membantu klien dapat mengerti dan diharapkan dapat melakukan sendiri.
3. Menganjurkan pasien untuk mencuci baju.
R/ Diharapkan klien mandiri.
4. Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri.
R/ Diharapkan klien mandiri.
5. Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi.
R/ Diharapkan klien mandiri
R/ Terapi kelompok membantu klien agar dapat bersosialisasi dengan klien yang lain
1. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis.
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
B. Rencana Tindakan Keperawatan
Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis
- Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
- Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling perbaya dengan perawat.
2. Klien dapat memahami penyebab dari harga diri : rendah.
3. Klien menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
4. Klien dapat mengekspresikan perasaan dengan tepat, jujur dan terbuka.
5. Klien mampu mengontrol tingkah laku dan menunjukkan perbaikan komunikasi dengan orang lain.
Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
R/ Rasa percaya merupakan dasar dari hubungan terapeutikyang mendukung dalam mengatasi perasaannya.
2. Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan fikiran dan perasaannya.
R/ Motivasi meningkatkan keterbukaan klien.
3. Jelaskan penyebab dari harga diri yang rendah.
R/ Dengan mengetahui penyebab diharapkan klien dapat beradaptasi dengan perasaannya.
4. Dengarkan klien dengan penuh empati, beri respon dan tidak menghakimi.
R/ Empati dapat diartikan sebagai rasa peduli terhadap perawatan klien, tetapi tidak terlibat secara emosi.
5. Berikan motivasi klien untuk menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
R/ Meningkatkan harga diri.
6. Beri dukungan, Support dan pujian setelah klien mampu melakukan aktivitasnya.
R/ Pujian membuat klien berusaha lebih keras lagi.
7. Ikut sertakan klien dengan aktifitas yang
R/ Mengikut sertakan klien dalam aktivitas sehari-hari yang dapat meningkatkan harga diri klien.
Gangguan konsep diri; harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.
Tujuan :
1. Klien merasa harga dirinya naik.
2. Klien mengunakan koping yang adaptif.
3. Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.
Intervensi
1. Merespon kesadaran diri dengan cara :
~ Membina hubungan saling percaya dan keterbukaan.
~ Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego yang dimilikinya.
~ Memaksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik.
R/ Kesadaran diri sangat diperlukan dalam membina hubungan terapeutik perawat – klien.
2. Menyelidiki diri dengan cara :
~ Membantu klien menerima perasaan dan pikirannya.
~ Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain melalui keterbukaan.
~ Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien.
R/ klien yang dapat memahami perasaannya memudahkan dalam penerimaan terhadap dirinya sendiri.
3. Mengevaluasi diri dengan cara :
~ Membantu klien menerima perasaan dan pikiran.
~ Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya.
R/ Respon koping adaptif sangat dibutuhkan dalam penyelesaian masalah secara konstruktif.
4. Membuat perencanaan yang realistik.
~ Membantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.
~ Membantu klien menkonseptualisasikan tujuan yang realistik.
R/ Klien membutuhkan bantuan perawat untuk mengatasi permasalahannya dengan cara menentukan perencanaan yang realistik.
5. Bertanggung jawab dalam bertindak.
~ Membantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon maladaptif dan mempertahankan respon koping yang adaptif.
R/ Penggunaan koping yang adaptif membantu dalam proses penyelesaian masalah klien.
6. Mengobservasi tingkat depresi.
~ Mengamati perilaku klien.
~ Bersama klien membahas perasaannya.
R/ Dengan mengobservasi tingkat depresi maka rencana perawatan selanjutnya disusun dengan tepat.
7. Membantu klien mengurangi rasa bersalah.
~ Menghargai perasaan klien.
~ Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan.
~ Memberikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.
~ Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul.
R/ Individu dalam keadaan berduka sering mempertahankan perasaan bersalahnya terhadap orang yang hilang.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan intolenransi aktivitas.
Tujuan Umum : Klien mampu melakukan perawatan diri secara optimal.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat mandi sendiri tanpa paksaan.
2. Klien dapat berpakaian sendiri dengan rapi dan bersih.
3. Klien dapat menyikat giginya sendiri dengan bersih.
4. Klien dapat merawat kukunya sendiri.
Intervensi :
1. Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan.
R/ Sosialisasi bagi klien sangat diperlukan dalam proses menyembuhkannya.
2. Menganjurkan klien untuk mandi.
R/ Pengertian yang baik dapat membantu klien dapat mengerti dan diharapkan dapat melakukan sendiri.
3. Menganjurkan pasien untuk mencuci baju.
R/ Diharapkan klien mandiri.
4. Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri.
R/ Diharapkan klien mandiri.
5. Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi.
R/ Diharapkan klien mandiri
R/ Terapi kelompok membantu klien agar dapat bersosialisasi dengan klien yang lain
Hasil Pasien yang
Diharapkan/Kriteria Pulang
- Pasien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses berduka yang normal dan perilaku yang berhubungan debgab tiap-tiap tahap.
- Pasien mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses berduka dan mengekspresikan perasaan-perasaannya yang berhubungan denga konsep kehilangan secara jujur.
- Pasien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan perilaku-perilaku yang berlebihan yang berhubungan dengan disfungsi berduka dan mampu melaksanakan aktifitas-aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri.
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN “M”
DENGAN GANGGUAN ALAM PERASAAN : KEHILANGAN
PENGKAJIAN
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Ny. M
Jenis
kelamin : Perempuan
Umur : 30
tahun
Informan : Tn.
A
Tanggal Masuk RS : 11 Oktober 2014
Tanggal pengkajian : 12 Oktober 2014
Nomor
registrasi : 00 71 86
II. ALASAN MASUK
Klien datang di antar oleh keluarga ke
rumah sakit jiwa dengan keluhan sejak seminggu yang lalu klien terlihat murung
dan suka menyendiri.Klien tidak mau makan, minum dan mandi. Klien mulai terlihat
seperti itu sejak ibunya meninggal.
Saat Pengkajian :
Keluarga klien mengatakan merasa cemas
dengan keadaan klien. Sebelumnya klien tidak pernah menderita penyakit seperti
yang dialaminya sekarang. Keluarga klien takut dengan kondisi klien saat ini. Klien tampak
murung sejak ibunya meninggal.
Masalah
Keperawatan : Gangguan alam perasaan : Kehilangan
III. FAKTOR PREDISPOSISI
1) Gangguan Jiwa di Masa Lalu
Klien mengatakan tidak
pernah menderita penyakit yang sama seperti ini sebelumnya.
b.
Tumbuh
Kembang
-
Lahir sampai
preskul
Klien mengatakan selalu
bersama-sama dengan ibunya.
-
Usia
sekolah
Klien mengatakan dulu waktu sekolah
klien menjalin hubungan baik dengan
temannya, klien suka bergaul dengan temannya.
-
Praremaja
sampai remaja
Klien mengatakan saat remaja
klien bergaul bersama teman-temannya.
c.
Anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Keluarga
klien mengatakan bahwa sebelum ini tidak ada anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa.
d.
Factor
Presipitasi
Klien mengatakan sedih karena di
tinggal oleh ibunya.
D.
FISIK
a.
Tanda vital
TD :
100/60 mmHg
N :
80 x/mnt
RR :
22 x/mnt
b.
Ukur
TB :
160 cm
BB :
50 kg
c.
Keluhan
Fisik
Klien mengatakan tidak ada keluhan
fisik yang dirasakan sekarang.
E.
PSIKOSOSIAL
a.
Konsep
diri
-
Citra Tubuh
/ Gambaran Diri
Klien mengatakan merasa malu bergaul
dengan orang lain karena minder dengan teman-teman di sekitarnya yang masih
mempunyai ibu.
-
Identitas
Klien mengatakan dirinya adalah
seorang wanita bernama Ny M, yang tinggal bersama Ayah, kakak dan adiknya.
-
Peran
Klien
mengatakan dirinya sebagai seorang anak yang tidak berguna bila tidak bersama
ibunya
.
b.
Hubungan
Sosial
Klien mengatakan
tidak ada keinginan dalam berhubungan dengan orang lain dank klien
mengatakan ingin sendiri saja.
c.
Spiritual
Nilai dan
keyakinan : Klien
mengatakan dia seorang muslim
Kegiatan
ibadah : Klien
mengatakan jarang Sholat
F.
STATUS
MENTAL
a.
Penampilan
Penampilan
klien terlihat kotor, terlihat dari pakaian, kuku, gigi dan rambutnya.
b.
Pembicaraan
Klien kurang koorperatif saat
berbicara.
c.
Aktivitas
motorik
Klien tampak lesu, sering murung dan
menyediri, klien melakukan kegiatan jika di motivasi perawat.
d.
Alam
perasaan
Klien mengatakan sedih , karena
merasa tidak berguna jika tidak didampingi oleh ibunya dan kurang bersemangat.
e.
Afek klien
Afek klien yaitu afek datar, dimana
saat diajak ngobrol klien tidak menunjukkan perubahan raut muka atau
ekspresi wajah.
f.
Interaksi
secara wawancara
Selama interaksi klien kurang
kooperatif, kurang konsentrasi dan kontak mata kurang sering berpaling
pandangan, sering menunduk ketika diajak ngobrol jawaban klien simple dan
singkat
g.
Proses pikir
Klien tidak mengalami waham.
h.
Tingkat
kesadaran
Tingkat kesadaran klien adalah
bingung.
i.
Memori
Klien tidak mengalami gangguan daya
ingat jangka panjang, pendek, maupun saat ini, karena klien mampu menjawab
tentang pertanyaan hari ini , tanggal dan tahun dan klien mengingat kegiatan
yang dilakukan kemarin yaitu seperti sekolah,dan lain-lain.
j.
Tingkat
konsentrasi dan berhitung
Klien tidak mampu berkosentarasi
secara penuh, karena klien terihat binggung dan sering berpaling muka saat
diajak berbicara, klien dapat berhitung dengan pertanyaan yang sederhana
seperti 2+3= 5 dan klien mampu menjawabnya.
k.
Daya tilik
diri
Klien menyadari dirinya sedang
mengalami suatu masalah / sakit(pasien)
G.
KEBUTUHAN
PERSIAPAN PULANG
a.
Makan,
mandi, dan berpakaian
Klien dapat menyiapkan makanan,
mandi dan berpakaian secara mandiri
b.
BAB dan BAK
Klien mampu BAB dan BAK pada
tempatnya serta dapat membersihkan toilet dan membersihkan diri saat BAB dan
BAK
c.
Istirahat
dan Tidur
Klien mampu memenuhi kebutuhan
istirahat dan tidurnya.
d.
Penggunaan
Obat
Klien minum obat secara teratur
dengan bantuan perawat
H.
MEKANISME
KOPING
Mekanisme koping klien inefektif,
selalu mengganggap diri tidak berguna, tidak berguna bagi dirinya, keluarga dan orang lain.
I.
ASPEK
MEDIS
Terapi Medis :
-
Haloperidol
(2x5mg) 5mg/12 jam (oral)à antipsikotik turunan
Indikasi: Management of manifestasi psikosis
akut dan kronis, termasuk skizofrenia dan manik negara
Kontra indikasi: Pada keadaan
koma dan dalam kehadiran depresi SSP karena alkohol atau obat depresan lainnya
Efek samping: Insomnia, reaksi depresif, dan
beracun negara confusional adalah efek yang lebih umum ditemui. Mengantuk,
kelesuan, pingsan dan katalepsia, kebingungan, kegelisahan, agitasi, gelisah,
euforia, vertigo, kejang grand mal, dan eksaserbasi gejala psikotik
-
Chlorpromazine
100 mg/12 jam(oral)
Indikasi : Skizofrenia dengan gejala agitasi,
ansietas, tegang, bingung, insomnia, waham,halusinasi; Gangguan kepribadian,
Psikosis involusional, Psikosis pada anak
Kontra indikasi: koma,
keracunan alcohol, hipersensitif (alergik)
Efek samping: lesu, ngantuk, hipotensi, mulut
kering, amenore pada wanita.
-
Triheksipenidile
2mg/12 jam(oral)
Indikasi : Parkinson. Ggn ekstrapiramidal yg
disebabkan obat SSP.
Kontra indikasi: --
Efek samping: Mulut kering, penglihatan kabur,
pusing, semas, konstipasi, retensi urin, takikardi, dilatasi pupil, TIO
meningkat, sakit kepala.
ANALISA DATA
Nama Klien : Ny.M DX Medis :
RM No. :007186 Ruangan : Melati
Tgl
|
Data Fokus
|
Diagnosa
|
ttd
|
12/10/2014
Jam 10.00
|
- Ds :
Klien mengatakan merasa malu bergaul dengan orang
lain karena merasa dirinya tidak berguna
- Do :
K Klien juga merasa dirinya minder karena sudah
tidak memiliki ibu
|
Gangguan konsep diri ; Harga Diri
Rendah
|
![]() |
14/10/2014
Jam 10.05
|
- Ds :
Klien
mengatakan malas untuk membersihkan dirinya
- Do :
Pakaian,
kuku, gigi serta rambut klien tampak kotor
|
Defisit Perawatan Diri : intoleransi aktivitas
|
![]() |
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan
Konsep Diri; Harga diri rendah
2
Defisit Perawatan Diri : intoleransi
aktivitas
B. Rencana Tindakan Keperawatan
Nama klien : Ny. M Dx medis :
Nama klien : Ny. M Dx medis :
RM :007186 Ruangan : Melati
Tgl
|
No. Dx
|
Dx. Keperawatan
|
Perencanaan
|
||
Tujuan
|
Kriteria evaluasi
|
Intervensi
|
|||
Gangguan
konsep diri; harga diri rendah
|
klien memiliki konsep diri yang positif
|
setelah tindakan keperawatan selama 3x24 jam:
1. Klien
merasa harga dirinya naik.
2. Klien mengunakan koping yang adaptif. 3. Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya. |
1.
Merespon kesadaran diri dengan cara :
-Membina hubungan saling percaya dan keterbukaan. - Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego yang dimilikinya. - Memaksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik. 2. Menyelidiki diri dengan cara : - Membantu klien menerima perasaan dan pikirannya. - Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain melalui keterbukaan. - Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien. 3. Mengevaluasi diri dengan cara : - Membantu klien menerima perasaan dan pikiran. - Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya. 4. Membuat perencanaan yang realistik. - Membantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah. - Membantu klien menkonseptualisasikan tujuan yang realistik. 5. Bertanggung jawab dalam bertindak. - Membantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon maladaptif dan mempertahankan respon koping yang adaptif. 6. Mengobservasi tingkat depresi. - Mengamati perilaku klien. - Bersama klien membahas perasaannya. 7. Membantu klien mengurangi rasa bersalah. - Menghargai perasaan klien. - Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan. - Memberikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya. - Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul. |
||
Defisit
perawatan diri berhubungan dengan intolenransi aktivitas.
|
Klien
mampu melakukan perawatan diri secara optimal.
|
setelah tindakan keperawatan selama 3x24 jam:
1. Klien
dapat mandi sendiri tanpa paksaan.
2. Klien dapat berpakaian sendiri dengan rapi dan bersih. 3. Klien dapat menyikat giginya sendiri dengan bersih. 4. Klien dapat merawat kukunya sendiri. |
1. Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan.
2. Menganjurkan klien untuk mandi. 3. Menganjurkan pasien untuk mencuci baju. 4. Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri. 5. Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi. |
LEMBAR
KEGIATAN KLIEN
Nama Klien : Ny.M DX
Medis :
RM No. :007186 Ruangan : Melati
Jam
|
Kegiatan
|
Evaluasi
|
||
12-10-2014
|
13-10-2014
|
14-10-2014
|
||
07.00
08.00
08.30
09.00
11.00
12.00
13.00
13.30
|
Klien
membersihkan diri (mandi)
Klien
Sarapan
Belajar
berkenalan dengan individu
Kegiatan
Bebas (membersihkan ruangan, membantu membersihkan lingkungan sekitar,
menyapu, mengepel, )
Istirahat
Kegiatan
Rohani
Makan
Siang
Tidur
siang
|
B
M
B
M
M
B
M
M
|
M
M
B
M
M
B
M
M
|
M
M
M
M
M
M
M
M
|
Keterangan:
M :
mandiri
B :
bantuan
T :
total care (tergantung)
EVALUASI KEPERAWATAN
Nama Klien : Ny.M DX
Medis :
RM No. :007186 Ruangan : Melati
Tgl/ jam
|
Dx Kep
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
Ttd/nama
|
|||
12/10/14
|
HDR
SP1
|
o Mengidentifikasi
kemampuan kegiatan dan aspek positif .
o Bantu
pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini: Buat daftar kegiatan
yang dapat dilakukan saat ini.
o Bantu
pasien memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan saat ini untuk
dilatih
o Latih
kegiatan yang dipilih
o Masukan
pada jadwal kegiatan untuk latihan dua kali per hari
|
S : Klien
mengatakan dapat membersihkan tempat tidur dengan baik
O : Klien
dapat mengerjakan kegiatan yang dia sukai (membersihkan tempat tidurnya)
A : tujuan
tercapai
P :
Pertahankan SP1
Bi bimbing
klien untuk melakukan kegiatan sesuai jadwal
09.00
Membersihkan ruangan
-
|
![]()
Ns. A
|
|||
13/10/14
|
HDR
SP2
|
o Evalusai
kegiatan pertama yang telah dilatih dan diberikan pujian
o Bantu
pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih
o Latihan
kegiatan kadua nya
o Masukkan
pada jadwal kegiatan untuk latihan : dua kegiatan masing-masing 2 kali per
hari
|
S : Klien
mengatakan sudah bisa melakukan kegiatan kedua (menyapu dengan benar dan
bersih)
O :
Klien
mendemonstrasikan menyapu ruang tidur dan ruang makan dengan benar, senang
dan wajah tanpa paksaan perawat.
- Klien
memasukan ke dalam jadwal harian
A : Tujuan
tercapai, klien sudah mampu menyapu dengan baik dan optimal
P :
- Pertahankan
SP1
- Lanjutkan
intervensi SP2
- Bimbing
klien untuk melakukan kegiatan sesuai jadwal
09.00 membersihkan
ruangan lalu menyapu ruang tidur dengan sendiri
|
![]()
Ns. A
|
|||
14/10/14
|
DPD
SP1
|
o Identifikasi
maslah perawatan diri : kebersihan diri,berdandan, makan/minum , BAK/BAB
o Jelaskan
pentingnya kebersihan diri
o Jelaskan
cara dan alat kebersihan diri
o Latih cara
menjaga kebersihan diri : mandi dan ganti pakaian, sikat gigi, cuci rambut,
potong kuku
o Masukan
pada jadwal kegiatan untuk mandi, sikat gigi( 2 kali per hari), cuci rambut(2
kali per minggu), potong kuku (1kali per minggu).
|
S :
-Klien
mengatakan sudah bisa membersihkan dirinya sendiri
O : Klien
terlihat lebih bersih dibandingkan dengan sebelumnya
A : tujuan
terpenuhi
P :
- Pertahankan
SP1 serta tetap bimbing dalam perawatan diri klien
|
![]()
Ns. A
|
|||
15/10/14
|
DPD
SP2
|
o Evaluasi
kegiatan kebersihan diri beri pujian
o Jelaskan
cara dan alat untuk berdandan
o Latih cara
berdandan setelah kebersihan diri: sisiran, rias muka untuk perempuan. Masukan
pada jadwal kegiatan untuk kebersihan diri dan berdandan
|
S :
-Klien
mengatakan sudah bisa berdandan sendiri
O : Klien
terlihat lebih bersih dan rapi serta terlihat lebih cantik
A : tujuan
terpenuhi
P :
- Pertahankan
SP1 dan SP2 , serta tetap awasi kegiatan pasien
|
![]()
Ns. A
|
|||
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kehilangan
merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak
ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan
merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada
menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Berduka
merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada
dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka
diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka
disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun
potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini
kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
Peran
perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali
pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
Kehilangan
dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau
nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan
seseorang seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat
dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri
sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal.
Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51,
membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah,
tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Potter & Perry. 2005. Fundamental
Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.
2.
Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan
Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan Berduka dan Proses
keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
3.
Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa
Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman Untuk Pembuatan Rencana
Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
4. Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku
Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar