TUGAS KEPERAWATAN JIWA
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KRONIS
"SKIZOFRENIA KRONIS"
DISUSUN OLEH:
1.
Fitri
Dewi Kurnia
2.
Gilang
Fajar Amatyas
3.
Hasmi
Vilia
4.
Heri
Setiawan
5.
Indriyani
6.
Intan
Ayu Safitri
7.
Kendati
Sampurna
8.
Lauwana
KEMENTRIAN
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLTEKKES
KEMENKES TANJUNG KARANG
DIII
KEPERAWATAN TANJUNG KARANG
2014
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis
masih diberi kesehatan dan kekuatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan
tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul “Gangguan Skizofrenia” ini disusun
untuk memenuhi tugas mahasiswa pada mata kuliah Keperawatan Jiwa di jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi para mahasiswa dan masyarakat pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat
dijadikan sebagai bahan untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan.
Bandar
Lampung, Oktober 2014
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... 1
KATA PENGANTAR.................................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah
........................................................................ 4
C. Tujuan Penulisan ........................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Skizofrenia ................................................................. 6
B. Faktor
Penyebab Skizofrenia....................................................... 6
C. Ciri-ciri
Skizofrenia......................................................................... 7
D. Klasifikasi
Skizofrenia.................................................................... 12
E. Cara
Mengatasi Skizofrenia.......................................................... 18
F. Perbedaan
Gangguan Jiwa dan Mental..................................... 18
BAB III TINJAUAN KASUS
Asuhan Keperawatan......................................................................... 20
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................... 30
B. Saran................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
sejarah perkembangan skizofrenia sebagai gangguan klinis, banyak tokoh
psikiatri danneurologi yang berperan. Mula-mula Emil Kreaplin (18-1926)
menyebutkan gangguan dengan istilah dementia prekok yaitu suatu istlah yang menekankan
proses kognitif yang berbeda dan onset padamasa awal. Istlah skizofrenia itu
sendiri diperkenalkan oleh Eugen Bleuler (1857-1939), untuk menggambarkan
munculnya perpecahan antara pikiran, emmosi dan perilaku pada pasien
yangmengalami gangguan ini. Bleuler mengindetikasi symptom dasar dari
skizofrenia yang dikenal dengan 4A antara lain : Asosiasi, Afek, Autisme dan
Ambivalensi.
Skizofrenia
merupakan gangguan psikotik yang paling sering, hampir 1% penduduk dunia
menderitapsikokti selama hidup mereka di Amerika. Skizofrenia lebih sering
terjadi pada Negara industriterdapat lebih banyak populasi urban dan pada
kelompok sosial ekonomi rendah.
Walaupun
insidennya hanya 1 per 1000 orang di Amerika Serikat, skizofrenia seringkali
ditemukan digawat darurat karena beratnya gejala, ketidakmampuan untuk merawat
diri, pemburukan sosial yang bertahap. Kedatangan diruang gawat darurat atau
tempat praktekdisebabkan oleh halusinasi yamg menimbulkan ketegangan yang
mungkin dapat mengancam jiwa baik dirinya maupun orang
lain, perilaku kacau, inkoherensi, agitasi dan penelantaran.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan skizofrenia?
2. Apa penyebab skizofrenia ?
3. Apa Ciri-ciri skizofrenia ?
4. Apa tipe-tipe skizofrenia?
5. Apa tanda dan gejala terjadinya skizofrenia?
6. Bagaimana cara mengatasi skizofrenia
7. Apa perbedaan gangguan jiwa dan gangguan mental. Jelaskan!
8. Asuhan keperawatan gangguan jiwa?
C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami keperawatan jiwa (skizofrenia).
2. Mahasiswa mampu memahami cara
penanganan pada gangguan skizofrenia.
3. Mahasiswa mampu memahami tanda dan gejala pada gangguan
skizofrenia.
4. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada gangguan
skizofernia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian Skizofrenia
Kata skizofrenia terdiri dari
dua kata, yaitu skhizein = spilit = pecah dan phrenia = mind = pikiran. Jadi
skizofrenia adalah gangguan psikotik yang sifatnya merusak, melibatkan gangguan
berfikir, persepsi, pembicaraan, emosional, dan gangguan perilaku.
Skizofrenia merupakan suatu
deskripsi sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas,
serta sejumlah akibat tergantung pada perimbangan pengaruh genetik dan sosial
budaya (Rusdi Maslim, 2000 : 46).
Menurut Eugen Bleuler
(Maramis, 1998 : 217), skizofrenia adalah suatu gambaran jiwa yang terpecah
belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses pikir, perasaan dan
perbuatan.
Skizofrenia merupakan suatu
gangguan psikotik kronik, sering mereda, namun hilang timbul dengan manifestasi
klinis yang amat luas variasinya (Kaplan, 2000 : 407).
Skizofrenia adalah kondisi
psikologis dengan gangguan disintegrasi, depersonalisasi dan kebelahan atau
kepecahan struktur kepribadian, serta regresi akut yang parah (Kartono, 2002
: 243).
B.
Faktor Penyebab Skozofrenia
Adapun faktor – faktor
penyebab skozofrenia antara lain :
a. Faktor biologis yaitu faktor
gen yang melibatkan skizofrenia, obat-obatan, anak keturunan dari ibu
skizofrenia, anak kembar yang indentik ataupun frental dan abnormalitas cara
kerja otak.
b. Faktor psikologis yaitu faktor
– faktor yang berhubungan dengan gangguan pikiran, keyakinan, opini yang salah,
ketidakmampuan membina, mempertahankan hubungan sosial, adanya delusi dan
halusinasi yang abnormal dan gangguan afektif.
c. Faktor lingkungan yaitu pola
asuh yang cenderung skizofrenia, adopsi keluarga skizofrenia dan tuntunan hidup
yang tinggi.
d. Faktor organis yaitu ada perubahan atau kerusakkan
pada sistem syaraf sentral juga terdapat gangguan – gangguan pada sistem kelenjar adrenalin dan piluitari (kelenjar dibawah
otak). Kadang kala kelenjar thyroid dan
adrenal mengalami atrofi berat. Dapat juga disebabkan oleh proses klimakterik
dan gangguan menstruasi. Semua ganguan tadi menyebabkan degenerasi pada energi
fisik dan energi mentalnya.
C.
Ciri – Ciri Skizofrenia
a. Mengalami delusi dan
halusinasi.
b. Disorganisasi dan pendaftaran
afektif.
c. Pendataran alogia, avolusi dan
anhedonia.
d. Disfungsi sosial, okupasional,
tidak peduli pada perawatan diri dan persistensinya berlangsung selama enam bulan.
e. Mengalami kesulitan dalam
hubungan sosial atau masyarakat.
f. Cendrung tidak membangun,
membina, dan mempertahankan hubungan sosial.
g. Harapan hidup yang sangat
rendah, cendrung untuk bunuh diri.
h. Reaksi emosional yangt
abnormal.
i. Adanya kerusakan bagian otak
terutama pada neurotransmiter.
Ciri – ciri umum skizofrenia
antara lain :
a. Gangguan Delusi
Gangguan delusi disebut juga
sebagai disorder of thought content atau the basic characteristic of madness
adalah gejala gangguan psikotik penderita skizofrenia yang ditandai gangguan
pikiran, keyakinan kuat yang sebenarnya misrespresentation dari keyakinannya.
Ø Ciri – ciri klinis dari gangguan delusi yaitu :
1) Keyakinan yang persisten dan
berlawanan dengan kenyataan tetapi tidak disertai dengan keberadaan sebenarnya.
2) Terisolasi secara sosial dan
bersikap curiga pada orang lain.
Ø Bentuk –bentuk delusi yang berkaitan dengan skizofrenia yaitu:
1) Delusions of persecution
adalah penderita skizofrenia yang mengalami gangguan psikotik ditandai waham
kebesaran, tersohor, sebagai tokoh-tokoh penting atau merasa hebat.
2) Delusions of persecution
adalah pasien skizofrenia yang mengalami gangguan psikotik ditandai adanya
waham prasangka buruk terhadap dirinya atuapun orang lain yang tidak realitas.
Merasa orang lain sangat dengki dengan dirinya.
3) Cotard’s syndrome (somatic)
adalah penderita skizofrenia yang mengalami gangguan psikotik atau ketakuatan
yang tidak real. Penderita memiliki waham bahwa kondisi fisiknya sakit atau di
bagian-bagian tubuh tertentu rusak. Perasaan bagian tubuh yang terganggu atau
sakit secara medis tidak ditemukan.
4) Cogras syndrome yaitu
penderita skizofrenia yang mengalami gangguan psikotik ditandai adanya waham
pengganti yang tidak real terhadap dirinya. Merasa curiga bahwa selain dirinya
ada yang sangat sama dengan dirinya.
5) Erotomatic adalah keyakinan
penderita skizofrenia mencarimembututi orang-orang tersohor ataupun pada orang
- orang yang dicintainya.
Penderita merasa dirinya dicintai.
6) Jealous yaitu keyakinan
penderita skizofrenia bahwa pasangan seksualnya melakukan selingkuh atau tidak
setia pada dirinya.
b. Halusinasi
Halusinasi
adalah gejala gangguan psikotik penderita skizofrenia yang ditandai gangguan
persepsi pada berbagai hal yang dianggap dapat dilihat, didengar ataupun adanya
perasaan dihina meskipun sebenarnya tidak realitas.
Ø Adapun ciri – ciri klinis dari
penderita halusinasi yaitu :
1) Tidak memiliki insight yang
jelas dan kesalahan dalam persepsi.
2) Adanya associative spilitting
dan cognitive splitting.
Ø Bentuk-bentuk halusinasi yang
berkaitan dengan penderita skizofrenia yaitu :
1) Halusinasi pendengaran
(audiotory hallucination) adalah penderita skizofrenia yang mengalami gangguan
psikotik melalui adanya pendengaran terhadap objek suara – suara tertentu.
Keadaan ini sering terjadi ketika penderita skizofrenia tida melakukan
aktivitas. Terjadi pada bagian wernicke’s area.
2) Halusinasi pada bagian otak
(brain imaging) yaitu gangguan daerah otak terutama bagian broca’s area adalah
daerah pada bagian otak yang selalu memberikan halusinasi pada penderita
skizofrenia.
·
Tanda Dan Gejala Halusinasi
Tanda :
1.
Kepala
mengangguk-angguk seperti mendengar orang sedang berbicara.
2.
Mengerakkan bibir, tetapi suara atau bibir komat kamit tanpa suara.
3.
Berbicara keras
seperti ada teman bicara
4.
Asyik sendiri,
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dan realita.
5.
Kesukaran dalam
berhubungan dengan orang lain
6.
Tidak mampu berespon
terhadap perintah yang tidak kompleks, serta berespon lebih dari satu orang.
7.
Peningkatan tanda
system saraf otonom (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah)
Gejala :
1.
Kurang tidur
2.
Kelelahan
3.
Nutrisi kurang
4.
Infeksi
5.
Keletihan
6.
Isolasi social
7.
Hilangnya
kebebasan hidup
8.
Harga diri rendah
9.
Putus asa
10.
Kehilangan
motivasi
11.
Rendahnya
kemampuan bersosialisasi
12.
Ketidakadekuatan
pengobatan
13.
Ketidakadekuatan
penanganan gejala
c. Disorganisai
Disorganisasi adalah gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai dengan
ketidakmampuan dalam mengatur arah bicara, reaksi emosional dan perilaku
motoriknya.
Ø Bentuk – bentuk dari gangguan
pikiran disorganisasi yaitu :
1) Tangentialty adalah ketidakmampuan dari penderita skizofrenia untuk
mengikuti arah pembicaraan. Topik dan arah pembicaraan. Pembicaraan penderita
ini selalu menyimpang jauh dari setiap arah pembicaraannya.
2) Loose association adalah penderita skizofrenia yang mengalami gangguan
dalaam topik pembicaraaan. Topik dan arah pembicaraan penderita skizofrenia ini sama sekali tidak
berkaitan dengan apa yang dibicarakan.
3) Derailment adalah pola pembicaraan penderita skizofrenia sama sekali keluar
dari alur pembicaraan.
d. Pendataran Afek
Pendataran Afek adalah gejala gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai
dengan ketidakmampuannya dalam mengatur antara reaksi emosional dan pola
perilaku (inappropriate affect) atau afektif yang tidak sesuai dengan perilaku.
Misalnya, reaksi emosi yang tidak sesuai dengan cara menimbun barang yang tidak
lazim.
Adapun ciri – ciri klinis
pendataran afek yaitu :
1) Tidak adanya reaksi emosional
dalam komunikasi.
2) Selalu menatap kosong dalam
pandangannya.
3) Berbicara datar tanpa ada nada
pembicaraan.
e. Alogia
Alogia adalah gejala gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai
dengan adanya disefisiensi dalam jumlah atau isi pembicaraan.
Adapun ciri – ciri klinis
dari penderita alogia yaitu :
1) Jawaban yang diberikan
penderia singakat atau pendek.
2) Cendrung kurang tertarik untuk
berbicara.
3) Lebih banyak berdiam diri dan
komonikasi yang tidak adekuat.
4) Adanya gangguan pikiran
negatif dan berkomunikasi.
5) Kesulitan dalam
memformulasikan kata.
6) Kalimat (kata – kata) selalu
tidak sesuai dengan formulasi pikiran.
f. Avolisi
Avolisi yaitu gejala
gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai ketidakmampuan
memulai ataupun mempertahankan kegiatan – kegiatan penting.
Ciri – ciri klinis gangguan
avolisi yaitu :
1) Tidak menunjukkan minat pada aktivitas atau fungsi kehidupannya sehari – hari dan tidak berminat merawat
kesehatan tubuhnya.
2) Cenderung menjadi pemalas dan kotor.
g. Anhedonia
Anhedia yaitu gejala
gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai dengan ketidakadaan
perasaan senang, sikap tidak peduli terhadap kegiatan sehari – hari, cendrung
tidak suka makan dan ketidakpedulian terhadap hubungan interaksi sosial atau
seks.
D.
Klasifikasi Skizofrenia
Gejala klinis skizofrenia
secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam PPDGJ III skizofrenia
dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi
masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :
1.
F20.0 Skizofrenia
Paranoid
Ini adalah jenis skizofrenia
yang paling sering dijumpai di Negara manapun. Gambaran klinis didominasikan
oleh waham-waham yang secara relative stabil, sering kali bersifat paranoid,
biasanya disertai dengan halusinasi-halusinasi, terutama halusinasi
pendengaran, dan gangguan-gangguan persepsi. Gangguan afektif, dorongam kehendak
(volition) dan pembicaran serta gejala-gejala katatoni, tidak menonjol.
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberiperintah,
atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung,
atau bunyi tawa.
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,
atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol.
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau
“Passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka
ragam, adalah yang paling khas.
Gangguan afektif, dorongan
kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relative tidak nyata /
menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid
biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik terdisorganisasi atau
katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai
akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan social yang dapat
membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung
lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik
paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon
emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid
tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah. Mereka juga
dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid
kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi
social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka
dan tetap intak.
2.
F20.1 Skizofrenia hebefrenik
Suatu bentuk skizofrenia
dengan perubahan afektif yang tampak jelas, dan secara umum dijumpai waham dan
halusinasi yang bersifat mengambang serta terputus-utus, perilaku yang tak
bertanggung jawab dan tak dapat dirmalkan, serta umumnya mannerism.
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja
atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri
(solitary), namuntidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.
Untuk diagnosis hebefrenia
yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan
lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar
bertahan :
Perilaku yang tidak
bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan
untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan
hampa perasaan
Afek pasien dangkal (shallow)
dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau
perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-absorbed smiling),
atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces),
mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan
ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases)
Proses pikir mengalami
disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol
(fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak
(drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan,
sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan
(aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang
dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak
lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien. Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe
terdisorganisasi.
3.
F20.2 Skizofrenia katatonik
Gangguan psikomotor yang
menonjol merupakan gambaran yang esensial dan dominan dan dapat bervariasi
antara kondisi ekstrem seperti hiperkinesis da stupr, atau antara sifat penurut
yang otomatis dan negavitisme. Sikap dan posisi tubuh yang dipaksakan dapat
dipertahankan untuk jaka waktu ynag lama. Episode kegelisahan diset=rtai
kekerasan mungkin gambaran keadaaan ini yang cocok.
Satu atau lebih dari perilaku
berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
a) Stupor (amat berkurangnya dalam
reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau
mutisme (tidak berbicara)
b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan,
yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh)
d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap
semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan)
e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan
upaya menggerakkan dirinya)
f) Fleksibilitas cerea / ”waxy
flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat
dibentuk dari luar)
g) Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara
otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak
komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis
skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang
adanya gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan
bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia.
Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau
alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.
Selama stupor atau kegembiraan
katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari
pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin
ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera
yang disebabkan oleh dirinya sendiri.
4. F20.3 Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated)
Seringkali, pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam
salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak
terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
a. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
b. Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik,
atau katatonik.
c. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skizofrenia.
5. F20.4 Depresi Pasca-Skizofrenia
Suatu episode depresif yang
mungkin berlangsung lama dan timbul sesutau atau suatu serangan penyakit
skizofrenia.
Diagnosis harus ditegakkan
hanya kalau :
a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria
diagnosis umum skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini
b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi
mendominasi gambaran klinisnya)
c) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling
sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling
sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi
menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode depresif. Bila gejala
skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah
satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.
6. F20.5 Skizofrenia Residual
Suatu
stadium kronis dalamperkembangan dalam suatu skizofrenia dimana telah terjadi
progresi yang jelas dari stadium awal (terdiri dari satu atau lebih episode
dengan gejala psikotik yang memenuhi kriteria umum untuk skizofrenia diatas)
kestadium lebih lanjut yang ditandai secara khas oleh gejala-gejala negatif
jangka panjang, walaupun belum tentu ireversibel.Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus
dipenuhi semua :
a) Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya
perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif
dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata,
modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk
b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa
lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia
c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas
dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia
d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain,
depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas
negative tersebut.
E.
Cara Mengatasi Skizofrenia
a. Menciptakan kontak sosial yang baik.
b. Terapi ECT (electrocompulsive
therapy) dan (insulin comma therapy).
c. Menghindarkan dari frustrasi dan
kesulitan psikis lainnya.
d. Membiasakan pasien memiliki sikap
hidup positif dan mau melihat hari depan dengan rasa berani.
e. Memberi obat neuroleptik yaitu obat yang dapat mengendalian saraf
delusi, halusinasi dan agitasi, clozapine serta olanzapine.
F.
Perbedaan Gangguan Jiwa Dan Mental
a. Gangguann mental
atau penyakit mental
Gangguan mental atau penyakit mental adalah pola psikologis atau perilaku yang pada umumnya
terkait dengan stress atau kelainan mental yang tidak dianggap sebagai bagian
dari perkembangan normal manusia. Gangguan tersebut didefinisikan sebagai
kombinasi afektif, perilaku, komponen kognitif atau persepsi, yang berhubungan
dengan fungsi tertentu pada daerah otak atau sistem saraf yang menjalankan
fungsi sosial manusia. Penemuan dan pengetahuan tentang kondisi kesehatan
mental telah berubah sepanjang perubahan waktu dan perubahan budaya, dan saat
ini masih terdapat perbdaan tentang definisi, penilaan dan klasifikasi,
meskipun kriteria pedoman standar telah digunakan secara luas. Lebih dari
sepertiga orang di sebagian besar negara-negara melaporkan masalah pada satu
waktu pada hidup mereka yang memenuhi kriteria salah satu atau beberapa tipe
umum dari kelainan mental.
Penyebab gangguan mental bervariasi dan pada beberapa kasus
tidak jelas, dan teori terkadang menemukan penemuan yang rancu pada suatu ruang
lingkup lapangan. Layanan untk penyakit ini terpusat di Rumah Sakit Jiwa atau
di masyarakat sosial, dan penilaian diberikan oleh psikiater, psikolog klinik,
dan terkadang psikolog pekerja sukarela, menggunakan beberapa variasi metode
tetapi sering bergantung pada observasi dan tanya jawab. Perawatan klinik
disediakan oleh banyak profesi kesehatan mental. Psikoterapi dan pengobatan
psikiatrik merupakan dua opsi pengobatan umum, seperti juga intervensi sosial,
dukungan lingkungan, dan pertolongan diri. Pada beberapa kasus terjadi
penahanan paksa atau pengobatan paksa dimana hukum membolehkan. Stigma atau
diskriminasi dapat menambah beban dan kecacatan yang berasosiasi dengan kelainan
mental (atau terdiagnosa kelainan mental atau dinilai memiliki kelainian
mental), yang akan mengara ke berbagai gerakan sosial dalam rangka untuk
meningkatkan pemahanan dan mencegah pengucilan social
Definisi dan
klasifikasi kelainan mental adalah kunci untuk peneliti sebagaimana juga
penyedia layanan dan mereka yang mungkin terdiagnosa. Sebagian besar dokumen
klinik internasional menggunakan istilah "Kelainan mental". Terdapat
dua sistem yang mengklasifikasikan kelainan mental ICD-10 Chapter V: Mental and
behavioural disorders, bagian dari International Classification of Diseases
yang diterbitkan oleh World Health Organization (WHO), dan Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV) diterbitkan oleh Psychiatric
Association (APA).
b.
Gangguan jiwa
Gangguan Jiwa adalah suatu ketidakberesan kesehatan dengan manifestasi-manifestasi
psikologis atau perilaku terkait dengan penderitaan yang nyata dan kinerja yang
buruk, dan disebabkan oleh gangguan biologis, sosial, psikologis, genetik,
fisis, atau kimiawi. Gangguan jiwa mewakili suatu keadaan tidak beres yang
berhakikatkan penyimpangan dari suatu konsep normatif. Setiap jenis
ketidakberesan kesehatan itu memiliki tanda-tanda dan gejala-gejala yang khas.
Setiap gangguan jiwa dinamai dengan istilah yang tercantum dalam PPDGJ-IV
(Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi IV) atau
DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th edition
with text revision). Kendati demikian, terdapat pula beberapa istilah yang
dapat digunakan untuk mendeskripsikan gangguan jiwa.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Kasus
Seorang pria berusia 32 tahun 3 hari yang lalu
dibawa ke unit gawat darurat RS, dengan diagnosis medis axis 1 : F20.
Diriwayatkan perilaku amuk. Saat ini pasien masih sering tampak bicara sendiri,
dan sikap menyerang jika didekati. Saat pengkajian bersama keluarga, keluarga
mengatakan bahwa dirumah pasien berteriak-teriak akan membunuh seseorang yang
katanya bersembunyi dirumahnya, tetapi keluarga merasa ridak ada orang asing
yang bersembunyi dirumah. Pasien mengalami perumabahn perilaku tersebut sejak 2
tahun yang lalu, pernah dirawat sebelumnya 1x dengan gejala yang sama.
Kekambuhan kali ini karena putus obat. Dari perhitungan skore katagori pasien diperoleh
: 129
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Anamnesa
Nama : Tn. A
Umur : 32
tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Bantul Yogyakarta
Tgl masuk : 08 September 2014
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Petani
Riwayat Penyakit :
Pernah di rawat sebelumnya 1x dengan gejala yang sama
No.
|
Status
Mental
|
Pemeriksaan
|
1.
|
Penampilan
fisik
|
Rambut acak-acak, baju tidak rapi , bau badan khas , wajah ekspresi datar
|
2.
|
Pembicaraan
|
Berteriak
– teriak, suara keras,
banyak ungkapan.
|
3.
|
Aktivitas Motorik
|
Agitasi,
amuk, menyerang ketika didekati, akan membunuh seseorang.
|
4.
|
Alam
Perasaan
|
Khawatir,
ketakutan.
|
5.
|
Afek
|
-
|
6.
|
Interaksi
Selama Wawancara
|
Tidak nyambung, curiga.
|
7.
|
Persepsi
|
Penglihatan, yaitu akan membunuh seseorang yang bersembunyi di rumahnya.
|
8.
|
Isi Pikir
|
Fobia.
|
9.
|
Proses
Pikir
|
-
|
10.
|
Tingkat
Kesadaran
|
-
|
11.
|
Memori
|
-
|
12.
|
Tingkat
Konsentrasi dan Berhitung
|
-
|
13.
|
Kemampuan
Penilaian
|
-
|
14.
|
Daya Tilik
Diri
|
Mengingkari penyakit yang diderita.
|
b. Factor predisposisi
a. Faktor Biologis
Ø Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan system saraf yang
berhubungan dengan respon biologis yang maladaptive.
Ø Neurobiologist : waham yang diyakini terjadi karena adanya atrofi otak,
pembesaran ventrikel di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic,
serta Adanya gangguan pada korteks pre frontal.
Ø Virus paparan virus influensa pada trimester III
b. Faktor Sosio cultural
Ø Faktor perkembangan : hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan
interpersonal seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang
berakhir dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif ( Direja : 2011).
c. Faktor psikologis : hubungan yang tidak harmonis,
peran ganda/bertentangan, dapat menimbulkan ansietas dan berakhir dengan
pengingkaran terhadap kenyataan. Contohnya
ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
c. Faktor Presipitasi
a. Faktor Biologis
Dopamine, norepineprine, dan
zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi penyebab waham pada seseorang.
b. Faktor Sosial Budaya
Waham dapat dipicu karena
adanya perpisahan dengan orang yang berarti atau diasingkan dari kelompok.
c. Faktor Psikologis
Kecemasan yang memandang dan
terbatasnya kemampuan untuk mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang menyenangkan ( Direja : 2011).
d. Perilaku
Bibir komat kamit,
tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala mengangguk – angguk, seperti mendengar
sesuatu, tiba – tiba menutup telinga, gelisah, bergerak seperti mengambil atau
membuang sesuatu, tiba – tiba marah dan menyerang, duduk terpaku, memandang
satu arah, menarik diri.
e. Status Emosi
Rasa takut yang di
hadapi pasien ketika melihat sesuatu yan ada dirumahnya.
ANALISA DATA
No
|
Data
|
Rumusan Masalah
|
1.
|
Do :
Seorang pria usia 32 tahun, 3 hari yang lalu di bawa ke unit gawat
darurat RS, dengan diagnose medis axis 1 : F20, riwayat prilaku amuk. Saat
ini pasien masih sering tampak berbicara sendiri, dan bersikap menyerang jika
di dekati . dan penghitungan skore kategori pasien jiwa di peroleh : 129.
Ds :
Keluarga mengatakan bahwa di rumah pasien berteriak-teriak akan membunuh
seseorang yang katanya bersembunyi di rumahnya, tetapi keluarga merasa tidak
ada orang asing yang bersembunyi di rumahnya. Pasien mengalami perilaku
tersebut sejak 2 tahun yang lalu, pernah dirawat sebelumnyA 1X dengan gejala yang sama. Kekambuhan kali ini
karena putus minum obat.
|
Gangguan peersepsi sensori/halusinasi
|
PERENCANAAN
No
|
Diagnose Keperawatan
|
Perencanaan
|
1.
|
Gangguan persepsi sensori / halusinasi
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien
dapat mrngendalian gangguan persepsi/halusinasi
|
INTERVENSI
No
|
Diagnose Keperawatan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Gangguan persepsi sensori / halusinasi
|
1. Klien dapat hubungan saling percaya a. Bina hubungan saling percaya
Salam terapeutik
ü Perkenalan diri
ü Jelaskan tujuan interaksi
ü Ciptakan lingkungan yang tenang
ü Buat kontrak yang jelas pada
setiap pertemuan (topik, waktu dan tempat berbicara).
b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
c. Dengarkan ungkapan klien dengan empati.
2. 2. Klien
dapat mengenal halusinasinya
a.
Lakukan kontak sering dan singkat
b.
Obeservasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya; bicara dan
tertawa tanpa stimulus, memandang kesekitarnya seolah – olah ada teman
bicara.
c.
Bantu klien untuk mengenal halusinasinya;
ü Bila klien menjawab ada, lanjutkan; apa yang dikatakan ?
ü Katakan bahwa perawat percaya klien mendengarnya.
ü Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien.
ü Katakan bahwa perawatan akan membantu klien.
d.
Diskusikan dengan klien tentang
ü Situasi yang dapat menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi.
ü Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang sore, malam atau
bila sendiri atau bila jengkel / sedih).
e.
Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakan bila terjadi halusinasi
(marah / takut / sedih / senang) dan berkesempatan mengungkapkan perasaan.
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
a.
Identifikasi bersama klien cara / tindakan yang dilakukan bila terjadi
halusinasi (tidur/marah/menyibukkan diri)
b.
Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, bila bermanfaat beri pujian.
c.
Diskusi cara baru untuk memutus / mengontrol timbulnya halusinasi :
ü Katakan “saya tidak mau dengan kamu” (pada halusinasi).
ü Menemui orang lain (perawat / teman / anggota keluarga untuk bercakap –
cakap . mengatakan halusinaasinya.
ü Membuat jadwal kegiatan sehari – hari agar halusinasi tidak sempat
muncul.
ü Meminta orang lain (perawat / teman anggota keluarga) menyapa bila tampak
bicara sendiri.
d. Bantu
klien memilih dan melatih cara memutus / mengontrol halusinasi secara
bertahap.
e.
Berikan kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi hasilnya
dan pujian bila berhasil.
f.
Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok (orientasi realisasi
dan stimulasi persepsi).
4. Klien dapat dukungan keluarga
dalam mengotrol halusinasinya :
a.
Anjurkan klien memberitahu keluarga bila mengalami halusinasi.
b.
Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung / pada saat kunjungan rumah)
b.
Gejala halusinasinya yang dialami klien
c.
Cara yang dapat dilakukan klien dan ke-luarga untuk memutus halusinasi
d.
Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : Beri kegiatan,
jangan biarkan sendiri, makan bersama, berpergian bersama
e.
Berikan informasi waktu follow up atau kapan perlu mandapat bantuan;
halusinasi tak terkontrol dan resiko mencederai orang lain
|
1. Hubungan saling
percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik antara perawat dan klien
2. Ungkapan perasaan
oleh klien sebagai bukti bahwa klien mempercayai perawat
3. Empati perawat akan
meningkatkan hubungan terapeutik perawat-klien
Untuk mengurangi kontak klien
dengan halusinasinya.
1. Mengetahui cara – cara klien mengatasi halusinasi
baik yang positif maupun yang negatif.
2. Menghargai respon atau upaya klien.
3. informasi dan alternatif cara mengatasi halusinasi
pada klien.
4. Memberi kesempatan pada klien untuk memilihkan cara
sesuai kehendak dan kemampuannya.
5. Motivasi respon klien atas upaya yang telah
dilakukan.
6. Melibatkan klien dalam menghadapi masalah halusinasi
lanjutan
1. Sebagai upaya membina hubungan terapeutik dengan
keluarga.
2. Mencari data
awal untuk menentukan intervensi selanjutnya.
3. Penguatan untuk menghargai upaya keluarga.
4. Memberikan informasi dan mengajarkan keluarga
tentang halusinasi dan cara merawat klien.
5. Pujian untuk menghargai keluarga.
|
IMPLEMENTASI
Diagnose Keperawatan
|
Hari/Tanggal
|
Implementasi
|
Gangguan persepsi sensori / halusinasi
|
Rabu, 22 November 2014
|
1. Klien dapat melakukan hubungan
terapeutik dengan perawat
2. Klien dapat berkomunikasi dan menerima
kehadiran perawat
3. Klien dapat menceritakan dan mengontrol
gangguan halusinasi
4. Klien dapat menggunakan obat sesuai
dengan halusinasinya.
5. Klien mendapatkan dukungan dari
keluarga.
6. Klien dapat melakukan perawatan diri
dari gangguan halusinasi.
|
EVALUASI
Hari / Tanggal
|
Diagnosa Keperawatan
|
Evaluasi
|
Rabu, 22September 2014
|
Gangguan persepsi sensori / halusinasi
|
S: Pasien berteriak-teriak akan membunuh seseorang yang katanya bersembunyi di
rumahnya, tetapi keluarga merasa tidak ada orang asing yang bersembunyi di
rumahnya
O: Seorang pria usia 32 tahun, 3
hari yang lalu di bawa ke unit gawat darurat RS, dengan diagnose medis axis 1
: F20, riwayat prilaku amuk. Saat ini pasien masih sering tampak berbicara
sendiri, dan bersikap menyerang jika di dekati . dan penghitungan skore
kategori pasien jiwa di peroleh : 129.
A: perawatan gangguan halusinasi terpenuhi.
P: Mengajarkan pasien cara mengontrol dan mengendalikan halusinasi.
|
BAB IV
PENUTUP
Kata skizofrenia terdiri dari dua kata, yaitu
skhizein = spilit = pecah dan phrenia = mind = pikiran. Jadi skizofrenia adalah
gangguan psikotik yang sifatnya merusak, melibatkan gangguan berfikir,
persepsi, pembicaraan, emosional, dan gangguan perilaku. Skizofrenia merupakan
suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang
luas, serta sejumlah akibat tergantung pada perimbangan pengaruh genetik dan
sosial budaya (Rusdi Maslim, 2000 : 46). Menurut Eugen Bleuler (Maramis, 1998 :
217), skizofrenia adalah suatu gambaran jiwa yang terpecah belah, adanya
keretakan atau disharmoni antara proses pikir, perasaan dan perbuatan. Gangguan
skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu: 1.
Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb)· 2. Skizofrenia katatonik
(seperti patung, tidak mau makan, tidak mau minum, dsb) 3. Skizofrenia
hebefrenik (seperti anak kecil, merengek-rengek, minta-minta, dsb). 4.
Skizofrenia simplek (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran)· 5.
Skizofrenia Latent (autustik, seperti gembel)
Halusinasi Adalah gejala gangguan psikotik
penderita skizofrenia yang ditandai gangguan persepsi pada berbagai hal yang
dianggap dapat dilihat, didengar ataupun adanya perasaan dihina meskipun
sebenarnya tidak realitas. Tanda – tanda halusinasi Menurut diri, tersenyum
sendiri duduk terpaku, bicara sendiri memandang satu arah, menyerang tiba –
tiba, arah gelisah. Jenis halusinasi halusinasi dengar, halusinasi
terlihat, halusinasi penciuman , halusinasi kecap, halusinasi raba.
Keperawatan jiwa adalah
masalah-masalah yang sangat serius dan diansangat penting. Masalah –masalah
tersebut dapat dianggap ancaman atau tantangan yang akan berdampak besar pada
keperawatan jiwa baik dalam tatanan regional maupun global. Sikap yang positif
terhadap diri sendiri, tumbuh kembang , aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan
diri sangat diperlukan untuk dimiliki oleh setiap individu.
Bagi pembaca pengontrolan
emosi sangat harus diperhatikan, Karena dapat memberikan dampak yang positif
dan negatif. Jiwa dan diri anda sangatlah berharga.
DAFTAR PUSTAKA
darwismamin.files.wordpress.com/2010/02/makalah-skizofrenia.docx
http://fendypmr.blogspot.com/2011/08/karya-tulis-ilmiah-asuhan-keperawatan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar